Di sebuah desa di
pulau Tanimbar (Maluku Tenggara), hiduplah seorang pria kaya bersama istri dan
2 orang anak yang sudah tumbuh menjadi seorang pemuda dan seorang gadis, mereka
berdua sangat dimanjakan oleh ayah mereka sehingga mereka mempunyai sifat yang malas
dan sombong. Mereka memiliki banyak pelayan yang siap melayani semua keinginan
mereka.
Ketika ayah mereka
meninggal, semua pelayan pergi karena tidak tahan dengan perlakuan mereka.
Sehingga sang ibulah yang menggantikan tugas-tugas para pelayan itu. Mulai dari
mempersiapkan makanan, menyapu, mengepel, hingga menyetrika dikerjakan oleh
ibunya dengan ikhlas. Namun, sungguh tidak terpuji. Kedua anak itu
memperlakukan ibu mereka seperti pelayan. Jika ada yang salah mereka tak
segan-segan membentak, seperti seorang majikan yang sedang marah kepada
budaknya.
Hati ibu yang malang
sungguh sangat sakit, tetapi hanya bisa pasrah. Bagimanapun juga, mereka adalah
putra-putrinya tercinta. Sekurang-ajar apapun perlakuan mereka, ibunya tetap
melayani kebutuhan mereka seperti biasanya. Sering ibu yang malang itu
melakukan pekerjaannya sambil meneteskan air mata dan berdoa…
Ampunilah hamba, ya
Tuhanku
Hamba gagal mendidik
mereka
Hamba gagal
menjadikan mereka anak-anak yang berbakti
Ya Tuhanku
Bukalah mata hati
mereka
Berilah mereka
kesadaran
Agar mereka bisa
menjadi anak-anak yang baik,
patuh kepada orang
tua, dan takut akan Tuhan.
Suatu hari ketika
mereka bangun tidur dan ingin makan, mereka terkejut melihat meja dalam keadaan
kosong. Tak ada makanan dan minuman yang tersaji. Hanya ada panci diatas
kompor. Mereka berdua marah dan membanting apapun yang ditemukan sambil mencari
ibu mereka.
Si pemuda berpikir…
pasti ibunya sedang mencuci pakaian di sungai. Merekapun bergegas menuju kes
ungai. Dan, ternyata benar dugaan pemuda itu; sang ibu sedang mencuci pakaian.
Dalam keadaan marah
pemuda itu mengahmpiri ibunya. Tanpa bertanya, langsung ”wesss.. gubrakkk…”,
pemuda itu menendang cucian sang ibu hingga terjatuh ke sungai. Ibunya tidak
kuasa berbuat apa-apa selain menangis. Tak hanya itu, si gadis pun tidak mau
ketinggalan. Sementara tangan kirinya memegangi tangan ibunya, tangan kanannya
mengayunkan pukulan bertubi-tubi ke tubuh ibunya.
“Ampun nak…. Ada apa
gerangan, kenapa kalian memperlakukan ibumu seperti ini?” tanya sang ibu dengan
diriingi isakan tangis dan cucuran air mata.
“Dasar kau perempuan
tua, sampai jam begini aku belum makan. Aku lapar! Kau tak ikhlas yah memasak
untukku?” hardik gadis itu sambil terus memukuli tubuh ibunya.
Si Ibu menangis
dengan nyaring dan memohon, tapi kedua anak itu tidak mau mendengarkannya.
Malah mereka memukulnya lagi dan lagi. Ibu yang malang mendapatkan perlakuan
buruk dari sang anak.
Tiba-tiba sang Ibu
berhenti menangis, tubuhnya lemah, dan dengan suara tertahan berkata:
“Ayahmu memang
meninggalkan banyak kekayaan, tapi tidak akan berlangsung lama. Dan meskipun
aku yang melahirkan kalian kedunia ini, mulai sekarang kalian bukan lagi
anak-anakku. Aku tidak akan pernah mau kembali kerumah kalian lagi. Kalian
bebas melakukan apapun, aku sudah tidak peduli lagi”.
Setelah mengatakan
itu, si ibu menyeret tubuhnya ke sebuah batu besar di pinggir sungai. Lalu
berujar:
“Wahai batu besar
terbukalah. Biarkan aku masuk kedalam. Jadikan aku bunga yang wangi seperti
melati putih”
Tak lama setelah
itu, perlahan batu itu terbuka. Lalu masuklah sang ibu kedalam batu itu. Dalam
sekejap mata batu itu telah tertutup kembali. Setelah beberapa hari, pada batu
itu muncul dedaunan dan bunga-bunga berwarna putih yang wangi semerbak.
Apa yang terjadi
pada kedua anak tersebut?
Penduduk desa marah
serta mengusir mereka. Hartanypun dijarah untuk dibagikan kepada orang-orang
miskin di desa tersebut. Kini yang tertinggal hanya penyesalan. Menyesal telah
berlaku kasar kepada ibu yang telah melahirkan dan merawat mereka. Namun
penyesalan tinggal penyesalan, sang ibu telah tiada.
Mereka mendatangi
batu dimana ibu mereka tertelan. Sambil mengelus batu yang telah ditumbuhi
dedaunan dan bunga putih, mereka menangis sambil bernyanyi,
Batu badaong
Batu la batangke
Buka Mulutmu
Telankan Beta
Guna La Apa
Beta Tinggal Sandiri
Sedangkan Mama
Suda Tarada
Si O La Mama
Mama Jantong Hati
Mengapa Tinggal Beta
Sandiri
Beta Kacil
Saorang Diri
Batu badaong
Batu la batangke
Buka Mulutmu
Telankan Beta
Batu Badaong
Batu Badaong
Mereka berharap batu
itu membuka dan menelan mereka agar bisa bertemu kembali dengan sang ibu
tercinta
Carita Batu Badaong
ini akang ponoh deng nilai² Positif, Carita ini sebagai gambaran supaya anak²
jang suka malawang orang tatua, jang sombong deng musti dengar dengaran, deng
yang paleng utama dari Carita Batu Badaong ini yaitu:
JANG PASKALI SEORANG ANAK MEMUKUL ORANG TUANYA.
JANG PASKALI SEORANG ANAK MEMUKUL ORANG TUANYA.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar